Minggu, 14 Februari 2016

Tarekat Idrisiyyah
Disusun oleh : Rasyid Fauzi
Jurusan          : Aqidah Filsafat (IAIN Surakarta)

Al-Idrisiyyah adalah sebuah tarekat yang didirikan Sayyid Ahmad bin Idris al-Fasi (w. 1253) yang memperoleh pelajaran tasawufnya dari Sayyid Abdul Wahhab at Tazy (w. 1131 H.), seorang sufi reformer berasal dari Afrika.  Abdul Wahhab aI-Tazi ini juga merupakan guru dari Sayyid Muhammad Ali al-Sanusi al Kabir -orang Barat menyebutnya the Grand Sanusi  Pendiri Tarekat Sanusiyah. Karenanya tak mengherankan jika antara kedua tarekat ini terdapat banyak kesamaan terutama dalam ajaraan-ajarannya. Sebab kedua tarekat ini berasal dari guru yang sama. 
Ada baberapa nama diberikan kepada aliran tarekat ini. Terkadang disebut Al-Idrisiyyah, nama yang dihubungkan dengan Sayyid Ahmad bin Idris, namun sering pula disebut Al-Khidiriyyah, nama yang dikaitkan kepada Nabi Khidir as. Bahkan, Sayyid Muhammad Ali as-Sanusi dalam bukunya al-Manhalu aI-Raawii al-Raaiq fii Asaaniid al 'Ulum wa Ushuuli at-Thariiq menyebut tarekat ini  dengan Al-Muhammadiyah juga ada pula catatan yang menyebut tarekat ini Ahmadiyah, nama yang dinisbahkan kepada Ahmad bin Idris.
Sebagaimana Tarekat Sanusiyah, Tarekat Idrisiyah pun punya banyak pengikut terutama di daerah Afrika seperti Tunisia, Libya, Yaman dan sebagainya serta daerah-daerah lainnya & seperti Saudi Arabia, Mesir, dan lain-lain. Adalah para jema'ah haji yang sekaligus memperdalam Ilmu agama di Makkah yang sangat besar peranannya dalam penyebaran tarekat ini.  Ini terjadi karena dalam lebih kurang 36 tahunSyekh Ahmad bin Idris menjadi guru di Makkah yang setiap kali mengajar selalu diikuti banyak murid  yang berasal dari berbagai negara.
Di Indonesia, Tarekat Idrisiyyah nampaknya kurang popular jika dibanding dengan tarekat-tarekat lainnya, seperti Tarekat Qadiriyah, Naqsabandiyah, Syadziliyyah, Samaniyah, Tijaniah, Sanusiyyah, atau Rifa’iyah. Dalam literatur-literatur Indonesia, tarekat ini jarang dibicarakan.  Buku Pangantar llmu Tarekat (Bulan Bintang, 1985) karangan Prof. H. Abubakar Atjeh misalnya, hanya sedikit menyinggung tarekat ini. ltupun tak secara spesifik, melainkan dimasukkan dalam pembahasan mengenai tarekat Sanusiyah. Padahal, tarekat-tarekat lainnya dibahas secara cukup panjang lebar.
Masuknya Tarekat Idrisiyyah ke Indonesia terjadi sekitar 1930-an, dengan Asy-Syaikh Al-Akbar Abdul Fatah sebagai tokoh pertamanya. Beliau lahir di desa Cidahu, Tasikmalaya, pada 1884 M/1303 H. dan merupakan anak ke-3 dari 10 orang bersaudara dari pasangan H. Muhammad Syarif bin Umar dan H. Rafi’ah binti Jenah. Nenek moyangnya tokoh ponyebar Islam di P. Jawa, yaitu Sunan Derajat.
 Sanad Tarekat Al-Idrisiyyah

Syekh Ahmad bin Idris berguru kepada Syekh Abdul Wahab at-Tazi, yang merupakan murid Syekh Abdul Aziz az-Dabbagh, pengarang kitab Al-Ibriz. Awrad terkenal yang diajarkan oleh Syekh Ahmad bin Idris kepada murid-muridnya adalah berupa hizib-hizib, di antaranya adalah Hizib Sayfi yang diperolehnya dari Syekh al-Mujaidiri, yang didapatnya dari seorang Raja Jin, dari SayidinaAli Karramallahu Wajhah. Selain itu Beliau diajarkan seluruh awrad Syadziliyyah dari Rasulullah Saw melalui perantara Nabi Khidir As. Namun yang masih eksis diamalkan oleh penganut Tarekat Idrisiyyah adalah Shalawat 'Azhimiyyah, Istighfar Kabir dan Dzikir Makhshus.
Sanad Tarekat Al-Idrisiyyah terkenal sangat ringkas, karena menggunakan jalur Nabi Khidhir As hingga Nabi Muhammad Saw. Sedangkan jalur pengajaran syari'at Tarekat ini menggunakan jalurSyekh Abdul Qadir al-Jailani Qs. hingga kepada Sayidina Hasan Ra.
             Tarekat Al-Idrisiyyah di Indonesia
Tarekat Al-Idrisiyyah yang dikenal di Indonesia adalah Tarekat yang dibawa oleh Syekh al-Akbar Abdul Fattah pada tahun 1930, yang sebelumnya bernama Tarekat Sanusiyyah. Syekh al-Akbar Abdul Fattah menerimanya dari Syekh Ahmad Syarif as-Sanusi al-Khathabi al-Hasani di Jabal Abu Qubais, Mekah. Saat ini kepemimpinan Tarekat Al-Idrisiyyah diteruskan oleh Syekh Muhammad Fathurahman, MAg.
Tarekat ini menekankan aspek lahir dan batin dalam ajarannya. Penampilan lahiriyyah ditunjukkan oleh penggunaan atribut dalam berpakaian. Kaum laki-laki berjenggot, berghamis putih, bersurban, dan berselendang hijau. Sedangkan kaum wanitanya mengenakan cadar hitam. Jama'ahnya menjauhi perkara haram dan makruh seperti merokok. Adapun dalam aspek peribadatannya senantiasa mendawamkan salat berjama'ah termasuk salat sunnahnya. Sujud syukur setelah salat fardhu dikerjakan secara istiqamah.
Tarekat Al-Idrisiyyah lebih dikenal di Malaysia daripada di Indonesia, karena banyak berafiliasi dengan Tarekat lain (seperti TQN). Ada Tarekat Qadiriyyah Idrisiyyah atau Ahmadiyyah al-Idrisiyyah. Nama Ahmadiyyah diambil dari nama depan Syekh Ahmad bin Idris. Ketika masuk ke Indonesia, karena alasan politis nama Tarekat Sanusiyyah berganti dengan nama Idrisiyyah. Mengingat pergerakan Sanusiyyah saat itu telah dikenal oleh para penjajah Barat.

                   Awrad dan Dzikir
Kebiasaan dzikir yang biasa dilakukan oleh jama'ah Al-Idrisiyyah adalah di setiap waktu ba'da Maghrib hingga Isya dan ba'da Shubuh hingga Isyraq. Pelaksanaan dzikir di Tarekat ini dilakukan dengan jahar (suara nyaring), diiringi lantunan shalawat (kadang-kadang dalam moment tertentu dengan musik). Kitab panduan Awrad dzikirnya bernama 'Hadiqatur Riyahin' yang merupakan khulashah (ringkasan) awrad pilihan (utama) dari berbagai amalan (awrad) Syekh Ahmad bin Idris dan Sadatut Thariqah lainnya. Awrad wajib harian seorang murid Idrisiyyah adalah:
1.      Membaca Al-Quran satu Juz,
2.      Membaca Itighfar Shagir 100 kali,
3.      Membaca Dzikir Makhshush 300 kali: Laa Ilaaha Illallaah Muhammadur Rosulullah fii kulli lamhatiw wanafasin 'adada maa wasi'ahuu 'ilmullah.
4.      Membaca Sholawat Ummiyyah 100 kali,
5.      Membaca Yaa Hayyu Yaa Qoyyuum 1000 kali,
6.      Membaca Dzikir Mulkiyyah 100 kali: Laa Ilaaha illallaahu wahdahuu laa syariikalah, lahul mulku walahul hamdu yuhyii wayumiitu wahuwa 'alaa kulli syay-in qodiir.
7.      Memelihara Ketaqwaan.

8.      Awrad tambahan untuk bertaqaarub kepada Allah adalah menunaikan salat tahajjud dan membaca Sholawat 'Azhimiiyyah sebanyak 70 kali sesudah ba'da Shubuh hingga terbit Fajar.